Desain Pembuatan dan Cara Kerja Reaktor Mini Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Menggunakan Kotoran Ternak Ruminansia Sebagai Sumber Energi Terbarukan Ramah Lingkungan

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Energi listrik merupakan kebutuhan utama manusia saat ini. Hampir seluruh aktivitas manusia tidak bisa terlepas dari energi listrik. Namun di tengah kebutuhan manusia akan energi listrik yang setiap tahun terus meningkat, masih banyak daerah yang belum mendapatkan energi listrik. Hal ini disebabkan karena lokasi-lokasi daerah tersebut sulit untuk dialiri listrik. Masyarakat pedesaan bila dalam keadaan terdesak akan beralih menggunakan kayu bakar yang nantinya akan merusak hutan, merusak agroekosistem bahkan terancamnya sumber air dan lingkungan hidup.

Konten ini juga dapat diakses secara grafis via instagram atau youtube (bahasa Indonesia)

Energi biogas yang menghasilkan gas methan dari kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik dan bahan bakar gas (methan), dengan suatu teknologi tepat guna dibawah pendampingan pakar yang ahli. Disamping menghasilkan listrik dan gas bio (daya eksplosif rendah) yang digunakan sebagai pengganti minyak tanah atau gas LPG untuk memasak, kotoran ternak juga bisa menghasilkan pupuk padat/organik yang berkualitas dan cairannya dapat menjadi pupuk cair dan desinfektan alami.

Kebutuhan energi rumah tangga tidak boleh tergantung impor, oleh karena itu konversi gas dan energi listrik dengan pembuatan biogas di pedesaan harus segera dilakukan dengan prinsip ramah lingkungan dan berkelanjutan. Melalui tulisan ini diharapkan ada gambaran jelas mengenai pembangkitan listrik energi biogas, dan bagaimana perencanaan dalam mendesain suatu reaktor biogas. Berbagai keuntungan finanial akan diperoleh petani dengan adanya program energi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan teknologi tepat guna.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam tulisan ini adalah:

  1. Bagaimana mengubah biomassa kotoran sapi menjadi biogas untuk kemudian memasukkannya kedalam tabung untuk keperluan bahan bakar dan disalurkan ke generator gas turbin hingga menghasilkan energi listrik.
  2. Kebutuhan energi untuk masyarakat sangat tinggi apalagi telah ditetapkan konversi minyak tanah ke LPG, sedangkan pemenuhannya terbatas dan harganya belum terjangkau untuk masyarakat pedesaan.

Disamping itu tingkat perekonomian dan kesejahteraan masyarakat pedesaan yang masih rendah dapat meningkat dengan keikutsertaan membangun desanya melalui pemanfaatan teknologi ini.

1.3 Tujuan

Tujuan disusunnya tulisan ini adalah sebagai berikut :

  1. Memberikan penjelasan secara mendetail mengenai biogas sebagai energi alternatif yang dapat digunakan sebagai alternatif bahan bakar dan pembangkit tenaga listrik.
  2. Memberikan gambaran spesifikasi teknis dari pembangkit listrik tenaga biogas melalui suatu contoh kasus peternakan sapi.
  3. Memberikan gambaran secara detail perencanaan teknis dan ekonomi dari pembangkit tenaga listrik tenaga biogas.
  4. Serta memberikan ulasan mengenai dampak-dampak lingkungan dan sosial dari pembangkit listrik tenaga biogas.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah pada tulisan ini adalah sumber dari bahan baku PLTBG adalah kotoran sapi yang berasal dari suatu contoh kasus. Kotoran yang menjadi bahan baku berasal dari 40 ekor sapi yang dikandangkan secara berkoloni.

2. DESKRIPSI REAKTOR BIOGAS DAN PLTBG

2.1 Pengertian Biogas Sebagai Sumber Energi

Pada prinsipnya, teknologi biogas adalah teknologi yang memanfaatkan proses fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri methan sehingga dihasilkan gas methan (biogas). Gas methan adalah gas yang mengandung satu atom C dan 4 atom H yang memiliki sifat mudah terbakar. Alat yang digunakan untuk dapat menghasilkan biogas disebut biodigester. Temperatur yang optimal di dalam digester adalah temperatur 30-35o C, kisaran temperatur ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan bakteri methanogenik dan produksi methana di dalam digester dengan lama proses yang pendek.

Sebelum dimasukkan ke dalam digester kotoran sapi dalam keadaan segar dicampur air dengan perbandingan 1:1 berdasarkan unit volume. Namun jika kotoran sapi dalam bentuk kering, volume air perlu ditambahkan sampai tingkat kekentalan yang diinginkan (bervariasi sampai 1:2). Pengadukan dilakukan untuk menjaga total partikel padat tidak mengendap pada dasar pencerna dan jika terlalu pekat, partikel partikel yang menghambat aliran gas terbentuk pada bagian bawah digester. Sebagai akibatnya, produksi gas lebih sedikit dari perolehan optimum.

2.2 Teknologi Pencernaan Anaerobik

Proses pencernaan anaerobik yang merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas bakteri methanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik. Proses anaerobik dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan yang luas meskipun proses yang optimal hanya terjadi pada kondisi yang terbatas skala rumah tangga.

Gambar 1. Diagram Alir Proses Fermentasi Anaerobik

Proses anaerobik dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan yang luas meskipun proses yang optimal hanya terjadi pada kondisi yang terbatas. Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu:

  • Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer;
  • Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana ini yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan ammonia.
  • Methanogenik, pada tahap methanogenik terjadi proses pembentukan gas methan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini, yaitu mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hydrogen sulfida .

Gambar 1 memperlihatkan alur proses perombakan selulosa hingga terbentuk gas (Nurtjahya et al., 2003). Adapun bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik ini yaitu bakteri hidrolitik yang memecah bahan organik menjadi gula dan asam amino, bakteri fermentatif yang mengubah gula dan asam amino tadi menjadi asam organik, bakteri asidogenik mengubah asam organik menjadi hidrogen, karbondioksida dan asam asetat dan bakteri methanogenik yang menghasilkan methan dari asam asetat, hidrogen dan karbondioksida. Optimisasi proses biogas akhir-akhir ini difokuskan pada proses pengontrolan agar mikroorganisme yang terlibat dalam keadaan seimbang, mempercepat proses dengan peningkatan desain digester dan pengoperasian fermentasi pada temperatur yang lebih tinggi dan peningkatan biogas yang dihasilkan dari bahan dasar biomasa lignoselulosa melalui perlakuan awal.

Di dalam digester biogas, terdapat dua jenis bakteri yang sangat berperan, yakni bakteri asidogenik dan bakteri methanogenik. Kedua jenis bakteri ini perlu eksis dalam jumlah yang berimbang. Terdapat beberapa spesies methanogenik dengan berbagai karateristik. Bakteri ini mempunyai beberapa sifat fisiologi yang umum, tetapi mempunyai morfologi yang beragam seperti Methanomicrobium, Methanosarcina, Methanococcus.Methanothrix. Bakteri methanogenik tidak aktif pada temperatur sangat tinggi atau rendah. Temperatur optimumnya yaitu sekitar 35°C. Biogas yang dihasilkan pada kondisi di luar temperatur tersebut mempunyai kandungan karbondioksida yang lebih tinggi. Instalasi digester di bawah tanah berfungsi sebagai proses insulasi sehingga dapat meniadakan keperluan alat pemanas.

Kegagalan proses pencernaan anaerobik dalam digester biogas bisa dikarenakan tidak seimbangnya populasi bakteri methanogenik terhadap bakteri asam yang menyebabkan lingkungan menjadi sangat asam (pH < 7) yang selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri methanogenik. Laju pencernaan akan menurun pada kondisi pH yang lebih tinggi atau rendah. Bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik membutuhkan beberapa elemen sesuai dengan kebutuhan organisme hidup seperti sumber makanan dan kondisi lingkungan yang optimum. Bakteri anaerob mengkonsumsi karbon sekitar 30 kali lebih cepat dibanding nitrogen. Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen dinyatakan dengan rasio karbon/nitrogen (C/N), rasio optimum untuk digester anaerobik berkisar 20 – 30.

Jika C/N terlalu tinggi, nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh bakteri methanogen untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi dengan karbon akibatnya gas yang dihasilnya menjadi rendah. Sebaliknya jika C/N rendah, nitrogen akan dibebaskan dan berakumulasi dalam bentuk amonia (NH4) yang dapat meningkatkan pH. Jika pH lebih tinggi dari 8.5 akan menunjukkan pengaruh negatif pada populasi bakteri methanogen. Kotoran ternak sapi mempunyai rasio C/N sekitar 24. Hijauan seperti jerami atau serbuk gergaji mengandung persentase karbon yang jauh lebih tinggi, dan bahan dapat dicampur untuk mendapatkan rasio C/N yang diinginkan. Rasio C/N beberapa bahan yang umum digunakan sebagai bahan baku biogas disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rasio C/N dari Berbagai Jenis Material

Ampas hasil pengolahan kotoran sapi mengadung 1,8 – 2,4% nitrogen, 1,0 – 1,2% fosfor (P205), 0,6 – 0,8% potassium (K20), dan 50 – 75% bahan organik. Kandungan solid yang paling baik untuk proses anaerobik yaitu sekitar 8%. Untuk limbah kotoran sapi segar dibutuhkan pengenceran 1:1 dengan air. Teknologi pencernaan anaerob bila digunakan dalam sistem perencanaan yang matang, tidak hanya mencegah polusi tetapi juga menyediakan energi berkelanjutan, pupuk dan rekoveri nutrien tanah. Untuk itu proses ini dapat mengubah limbah dari suatu masalah menjadi suatu yang menguntungkan.

2.3 Input dan Sifat-sifatnya

Beberapa bahan yang dapat terurai secara organik dapat digunakan sebagai input proses biodigester. Namun alasan teknis dan ekonomis, beberapa bahan lebih dikehendaki sebagai input daripada bahan lainnya. Kemampuan untuk membentuk biogas dari limbah organik yang jumlahnya berlimpah dan tersedia secara bebas merupakan salah satu hal yang menarik dari teknologi biogas ini. Sifat-sifat yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

  • Nilai pH: Produksi biogas secara maksimum dapat dicapai bila nilai pH dari campuran input digester berada pada kisaran 6 dan 7. Derajat keasaman (pH) dalam digester juga merupakan fungsi waktu di dalam digester tersebut. Pada tahap awal proses fermentasi, asam organik dalam jumlah besar diproduksi oleh bakteri pembentuk asam, pH digester dapat mencapai dibawah 5, keadaan ini cenderung menghentikan proses fermentasi. Bakteri methanogenik sangat peka terhadap pH dan tidak bertahan hidup dibawah pH 6.6. Ketika proses fermentasi berlangsung, konsetrasi NH4 bertambah, fermentasi nitrogen dapat meningkatkan pH diatas 8. Ketika produksi methana dalam keadaan stabil, kisaran pH adalah 7.2 sampai 8.2.
  • Suhu: Bakteri methanogen dalam keadaan tidak aktif pada kondisi suhu ekstrim tinggi maupun rendah. Suhu optimum yaitu 35 oC. Ketika suhu udara turun sampai 10 oC produksi gas menjadi berhenti. Produksi gas sangat bagus yaitu pada kisaran mesofilik antara suhu 25o dan 30 oC. Penggunaan isolasi yang memadai pada digester membantu produksi gas khususnya pada daerah dingin. Pada daerah panas, penggunaan atap akan membantu agar temperatur berada pada kondisi yang ideal, tetapi pada daerah dingin akan menyebabkan masalah. Langkah yang umumnya diambil yaitu dengan melapisi tangki dengan tumpukan jerami atau serutan kayu dengan ketebalan 50 sampai 100 cm, lalu dilapisi dengan bungkus tahan air, jika masih kurang maka digunakan koil pemanas. Temperatur digester yang tinggi akan lebih rentan terhadap kerusakan karena fluktuasi temperatur, untuk itu diperlukan pemeliharaan yang seksama.
  • Toksisitas: Ion mineral, logam berat dan detergen adalah beberapa material racun yang mempengaruhi pertumbuhan normal bakteri pathogen di dalam reaktor digester. Ion mineral dalam jumlah kecil (sodium, potassium, kalsium, ammonium, dan belerang) juga merangsang pertumbuhan bakteri, namun bila ion-ion ini dalam konsentrasi yang tinggi akan berakibat meracuni. Sebagai contoh, NH4 pada konsentrasi 50 hingga 200 mg/l merangsang pertumbuhan mikroba, namun bila konsentrasinya diatas 1500 mg/l akan mengakibatkan keracunan. Meskipun banyak zat yang menghasilkan racun pada pertumbuhan bakteri, ambang konsentrasi tercantum pada Tabel 2.
Zat penghambat Konsentrasi
Sulfat (SO4-2) 5,000 ppm
Sodium Klorida atau garam (NaCl) 40,000 ppm
Nitrat (dihitung sebagai N) 0.05 mg/l
Tembaga (Cu+2) 100 mg/l
Khrom (Cr+3) 200 mg/l
Nikel (Ni+3) 200 – 500 mg/l
Sodium (Na+) 3,500 – 5,500 mg/l
Potassium (K+) 2,500 – 4,500 mg/l
Kalsium (Ca+2) 2,500 – 4,500 mg/l
Magnesium (Mg+2) 1,000 – 1,500 mg/l
Mangan (Mn+2) Above 1,500 mg/l
Sumber: Chengdu Biogas Research Institute, Chengdu, China (1989)

Tabel 2. Nilai Konsentrasi Zat yang Dapat Menghambat Pertumbuhan Bakteri

  • Laju Pengumpanan: Debit ini adalah jumlah bahan yang diumpankan ke dalam digester per unit kapasitas digester per hari. Pada umumnya 6 kg kotoran sapi per m3 volume digester adalah direkomendasikan pada suatu jaringan pengolah kotoran sapi. Apabila terjadi pengumpanan yang berlebihan, terjadi akumulasi asam dan produksi methan akan terganggu. Sebaliknya bila pengumpanan kurang dari kapasitas pencerna, produksi gas juga menjadi rendah.
  • Slurry: Material ini adalah residu dari input yang keluar melalui lubang pengeluaran setelah mengalami proses fermentasi oleh bakteri methan dalam kondisi anaerobik di dalam digester. Setelah ekstrasi biogas (energi), slurry keluar dari ruang digester sebagai produk samping dari sistem digester secara anaerobik. Kondisi ini, dapat dikatakan dalam keadaan stabil dan bebas pathogen serta dapat dipergunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman.

2.4 Desain Reaktor

Unit produksi biogas PLTG memiliki tiga unit utama, yaitu unit digester, unit penampung gas, dan gas turbin generator listrik.

2.4.1 Unit Digester

Sesuai Gambar 2, digester bak tertutup continues feeding merupakan kolam penampung kotoran ternak dengan tutup. Jenis ini merupakan yang termurah biayanya. Menutupi bak yang berisi kotoran ternak merupakan desain yang paling sederhana dari teknologi digester yang digunakan untuk kotoran cair dengan kandungan solid kurang dari 3%. Tutupnya berupa bahan tak tembus (impermeable) dan menutupi seluruh permukaan bak yang terbuat dari cor beton dan ditutupi hingga kedap. Gas methan yang dihasilkan terperangkap di bawah tutup, selanjutnya gas yang akan digunakan dikeluarkan melalui pipa. Digester jenis ini memerlukan kolam yang besar dan temperatur yang hangat dan tidak cocok untuk daerah dingin atau daerah yang basah.

Gambar 2. Digester Bak tertutup

Bahan baku dimasukkan dari salah satu sisi dan mendorong keluar buangan yang telah terfermentasi pada sisi lainnya. Waktu retensi rata-rata solid tertahan dalam digester yaitu sekitar 20-30 hari. Biogas yang dihasilkan terperangkap di bawah penutup impermiabel yang menutupi tangki, kemudian gas disalurkan melalui pipa yang berada di bawah penutup menuju generator. Digester jenis ini memerlukan pemeliharaan yang minimal dan panas buangan dari mesin generator digunakan untuk memanasi digester. Di dalam digester, pipa sirkulasi air panas akan memanaskan slurry dan menjaga temperaturnya pada 25-40°C, temperatur yang cocok bagi bakteri methanogen. Pada peternakan perorangan, desain digester bak tertutup merupakan desain yang sederhana dan dapat memproduksi biogas untuk memenuhi kebutuhan listrik dan pemanas.

Proses pencernaan anaerobik dari limbah kotoran sapi memakan waktu sekitar 8 jam dalam temperatur hangat 35°C. Sepertiga biogas akan dihasilkan pada minggu pertama, seperempatnya pada minggu kedua dan sisanya akan dihasilkan pada minggu ketiga sampai kedelapan. Produksi gas dapat dipercepat dan konsisten dengan sistem pemasukan bahan baku yang kontinyu (continuous feeding) serta sejumlah kecil buangan proses setiap hari. Proses juga akan menyisakan nitrogen pada slurry buangan yang kemudian digunakan untuk pupuk. Hal yang perlu diperhatikan dalam sistem kontinyu adalah; tangki harus cukup besar untuk menampung semua bahan yang terus menerus dimasukkan selama proses pencernaan berlangsung. Kondisi yang ideal untuk sistem ini yaitu menggunakan dua buah tangki digester, konsumsi limbah berlangsung dalam dua tahap, methan diproduksi pada tahap pertama dan tahap kedua dengan laju yang lebih lambat.

2.4.2 Unit Penampung Gas

Fungsi dari penampung gas adalah untuk menampung gas metana (CH4) yang dihasilkan dari berbagai reaksi kimia dan mikrobiologi di dalam unit biodigester. Untuk menampung biogas yang dihasilkan dipergunakan plastik polyethylene fleksibel yang dapat menyesuaikan volume gas yang diperlukan. Seperti pada Gambar 3, biogas akan mengalir melalui lubang kecil di atas plastik. Digunakan katup searah untuk mencegah masuknya udara luar ke dalam tangki digester yang akan merusak aktivitas bakteri dan memungkinkan terjadinya ledakan di dalam plastik. Pada instalasi yang besar diperlukan kontrol pengukuran berat dan tekanan yang baik.

Gambar 3. Unit Penampung Biogas

2.4.3 Gas Turbin Generator Listrik

PLTBG merupakan pembangkit listrik yang menggunakan pembakaran gas untuk menggerakkan turbinnya. Turbin yang bergerak inilah yang akan menjadi sumber energi listrik. Sesuai Gambar 4, gas turbin generator listrik memiliki beberapa komponen antara lain:

  • Turbin gas berfungsi untuk mengubah energi pembakaran gas menjadi energi putaran.
  • Kompresor berfungsi untuk meningkatkan temperatur dan tekanan udara
  • Ruang bakar (Combustor) berfungsi untuk membakar bahan bakar dengan menghembuskan udara yang telah dinaikkan temperatur dan tekanannya di kompresor.
  • Variable Inlet Guide Fan berfungsi untuk mengatur jumlah volume udara yang akan dikompresikan sesuai kebutuhan.
  • Ignitor berfungsi sebagai penyalaan awal atau startup. Campuran bahan bakar dengan udara dapat menyala oleh percikan bunga api dari ignitor yang terpasang di dekat fuel nozzle burner dan campuran bahan bakar menggunakan biogas.
  • Lube Oil System berfungsi memberikan pelumasan dan juga sebagai pendinginan bearing-bearing seperti bearing turbin, kompresor, generator. Memberikan minyak pelumas ke jacking oil system. Memberikan suplai minyak pelumas ke power oil system. Sistem pelumas didinginkan oleh air pendingin siklus tertutup.
Gambar 4. Generator Gas Turbin (2 KW, 110V, 60 Hz)

3. CONTOH IMPLEMENTASI DESAIN

3.1 Proses Perancangan Reaktor Biogas

Proses perancangan digester dibagi ke dalam beberapa tahap seperti pada gambar 5. Tahap pertama adalah penghitungan volume tangki digester. Penghitungan volume tangki digester mempertimbangkan beberapa faktor antara lain produksi feses per hari, jumlah gas yang diproduksi, retention time serta kebutuhan gas untuk membangkitkan generator. Bila volume digester telah ditentukan, tahap selanjutnya adalah penentuan model digester. Digester yang digunakan adalah digester bak tertutup dengan sistem continues feeding, sehingga kotoran sapi akan terus dialirkan ke dalam digester setiap hari. Setelah volume dan model ditentukan, maka dilakukan perancangan fasilitas biogas. Fasilitas biogas yang dibangun harus meliputi digester, penampung byproduct, penampung gas, serta fasilitas pendukung seperti housing, instalasi perairan dan instalasi pembangkit listrik. Fasilitas yang telah dirancang harus memenuhi kebutuhan serta sesuai dengan kondisi lapangan, maka dari itu perlu dilakukan feasibility study untuk menentukan apakah rancangan sudah sesuai dengan lahan yang tersedia. Bila seluruh fasilitas telah dibangun, barulah bisa dimulai produksi dari biogas. Dalam proses produksi, penting untuk merancang manajemen dari produksi biogas. Manajemen fasilitas biogas sangat penting, agar produksi biogas dapat berjalan optimal.

Gambar 5. Proses Perancangan Biodigester

3.2 Parameter Desain dan Kapasitas Reaktor Biogas

Ukuran reaktor dirancang dengan cara memaksimalkan produksi gas per unit volume reaktor agar biaya konstruksi dapat diminimalisir. Hal ini berkaitan dengan pencernaan secara anaerob yang tergantung pada aktivitas biologis dari bakteri methanogen yang berkembang lambat, maka ukuran reaktor harus memenuhi kinerja yang diharapkan dan cukup besar ukurannya untuk menghindari tercucinya bakteri tersebut keluar dari reaktor (washed out). Dari hasil identifikasi masalah didapatkan parameter-parameter sebagai berikut:

  • Produksi kotoran segar per ekor sapi/hari: 4 kg
  • Nilai kalor gas bio: 10 kwh/m3
  • pH optimal untuk produksi gas methan: 7.0-7.2
  • Suhu pencernaan optimal: 35 ˚C

3.2.1 Perhitungan Volume Tangki Biodigester

Untuk menghitung volume digester, pertama perlu dihitung volume kotoran sapi yang dihasilkan per hari. Volume kotoran sapi perhari dapat dihitung dengan rumus V = (massa kotoran sapi) / (massa jenis) = 160 / 1365,3 = 0,117 m3

Volume tersebut belum ditambah dengan volume air untuk mecampurkan feses sapi, maka volume air yang ditambahkan adalah:

Massa Air = 3 x Massa Feses = 3 x 160  = 480 kg

Volume Air = (Massa Air) / (Massa Jenis Air) = 480 / 1000 = 0.48 m3

Total Volume untuk digester sebesar = (volume kotoran sapi + volume air) x retention time = (0.117+0.48) x 30 = 18 m3

Perhitungan ini menggunakan asumsi:

  • Untuk mendapatkan jumlah kotoran sapi perhari, digunakan persamaan: Jumlah Kotoran sapi = n (jumlah sapi) x 4. Dimana n adalah jumlah sapi (ekor), dan 4 kg/hari adalah jumlah kotoran yang dihasilkan oleh 1 (satu) ekor sapi dalam sehari.
  • Kotoran sapi terdiri atas kandungan zat padat dan zat cair. Pada kotoran sapi, kandungan zat cair mencapai 48% dan kandungan zat padat sebesar 52%. Kandungan organik kering pada kotoran sapi hanya sebesar 32% dari total jumlah kotoran (Organic Dry Matter = 0,32 x Jumlah Kotoran Sapi).
  • Waktu penyimpanan (HRT) kotoran sapi dalam biodigester tergantung pada temperatur lingkungan dan temperatur biodigester. Pada kondisi tropis, asumsi waktu penyimpanan adalah 30 hari. Dalam melakukan penentuan lokasi yang perlu diperhatikan adalah luas lahan, ketersediaan SDM untuk pengelolaan secara kontinyu, dan tentunya ketersediaan hewan ternak yang memadai.

3.2.2 Perhitungan Output Gas Methana

Konversi bahan organik menjadi biogas mengikuti persamaan kimia sebagai berikut:

CcH hOoNnSs +   (4c-h-2o +3n+2s)H2O →  (4c-h+2o+3n+ 2s)CO2 +  (4c+h-2o-3n-2s)CH4 + nNH3 + sH2S

Dari persamaan tersebut, didapatkan gas CO2 45% dan gas CH4 sebesar 55%. Gas CH4 inilah yang akan dimanfaatkan sebagai biogas. Dari 1000 kg kotoran sapi didapatkan 32% materi organik. Jumlah karbon pada 1000 kg ampas basah sebesar 161 kg. Asumsi karbon yang terurai sebesar 60%, maka jumlah karbon yang terkonversi ke biogas sebesar 161 x 60 /100 = 96.6kg. Dari perhitungan diatas, dapat dilakukan analisis sebagai berikut:

  • Berat karbon dari methan (CH4-C) = 96.6 x 0.55 = 53.13 kg C
  • Berat methan (CH4) = 53.13 x 16/12 = 70.88 kg CH4
  • 1 mol gas pada STP = 22.4 liter
  • 16 g CH4 = 22.4 liter
  • 70880 g CH4 = 70880/16 mol = 4430 mol CH4 = 99232 liter CH4 = 99.2 m3 CH4

Jadi dari 1000 kg ampas didapatkan biogas sebesar 99.2 m3 CH4 + 81.4 m3 CO2 = 180.6 m3 biogas. Dengan desain seperti pada Gambar 6, tiap m3 methan dapat menghasilkan 10 Wh, asumsi efisiensi turbin (30%) dan generator (85%), maka didapatkan tenaga listrik sebesar 2,55 kWh

Gambar 6. Desain Reaktor Biogas

3.3 Variabel Kelistrikan

3.3.1 Rugi Transmisi

Rugi transmisi merupakan daya yang hilang akibat dari memindahkan energi listrik. Untuk mengetahui besaran dari rugi transmisi, maka harus diketahui besarnya hambatan yang dilalui listrik pada kabel tembaga. Hambatan ini dapat dihitung dengan rumus R = Koefisien Kabel x Panjang Kabel

Dari literatur, koefisien kabel alumunium AAAC XLPE dengan luas penampang 3 x 50 mm2 diketahui sebesar 0,822Ω per km. Dengan asumsi panjang kabel tembaga sebesar 1 km, maka nilai hambatan kabel sebesar (0,822 x 1)= 0,822 Ω

Nilai dari rugi transmisi dapat dihitung dengan rumus P = I2R

P = Daya yang hilang akibat transmisi (Watt)

I = Besarnya arus (A)

R = Besarnya hambatan kabel (Ω)

Dari rumus di atas dapat dihitung rugi transmisi sebesar 102 x 0,822= 822 Watt= 0,822 kWh

3.3.2 Output Daya Listrik

Jika jumlah kotoran sapi per hari = 160 kg, bila tiap 1000 kg mampu menghasilkan 180,6 m3 biogas, maka 160 kg kotoran sapi mampu menghasilkan sekitar 28,896 m3 biogas. Dalam 28,896 m3 biogas, gas methana hanya berkisar 55%, sehingga methan yang dihasilkan sebesar 15,8928 m3. Jadi listrik yang dihasilkan = 15.8928 x10 kWh x (30 / 100) (efisiensi turbin) x (85 / 100) (efisiensi generator) = 40,52 kWh. Listrik yang disalurkan (setelah dikurangi rugi transmisi) adalah = 40,52 – 0,822 = 39,704 kWh sehari. Maka per jam dapat dihasilkan listrik = 39,704 / 24 = 1,65 kWh.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Kegiatan rekayasa dan pengembangan reaktor biogas untuk memproses biomasa (kotoran sapi) menjadi energi biogas pada jumlah sapi 40 ekor adalah sebagai berikut:

  1. Pembangunan unit instalasi pemroses biomasa berupa reaktor biogas dengan kapasitas 18 m3, produksi biogas 28,896m3/hari, dan fasilitas pendukung seperti unit instalasi penyedia air.
  2. Analisa  kelayakan ekonomi menunjukkan investasi layak dan modal kembali pada tahun ke-2 (umur ekonomi digester 20 tahun).

4.2 Saran

Saran dalam tulisan ini adalah:

  1. Pemanfaatan biogas sebagai salah satu energi alternatif perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah karena potensi dari energi terbarukan ini sangat besar dan potensial.
  2. Perlunya penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan energi terbarukan untuk pembangkit listrik sehingga didapatkan energi alternatif untuk diversifikasi dan mendapatkan harga energi yang lebih kompetitif untuk jangka panjang.
  3. Disarankan menggunakan sapi perah penghasil susu, dikarenakan bila menggunakan sapi potong, maka perlu membeli anak sapi tiap beberapa tahun, sehingga boros biaya.
  4. Untuk menghasilkan listrik skala besar, diperlukan lebih banyak sapi (8000 ekor sapi untuk membangkitkan listrik 20 KW)

Leave a Reply